This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 09 September 2012

Manfaat Menulis



Hasil sebuah penelitian di Amerika yang dilakukan oleh seorang Psikolog yaitu Dr.Pennebaker menemukan berbagai manfaat menulis sebagi berikut :

Manfaat menulis :
1.Menulis menjernihkan pikiran.
Saat kita mengalami masalah yang berat dan rumit,menuliskan semua masalah kita ternyata berdampak positif untuk menjernihkan pikiran kita sehingga akan lebih memudahkan dalam menyelesaikan masalah.

2.Menulis mengatasi trauma.
Dengan menuliskan trauma yang pernah kita alami,kita akan lebih mudah mengelola trauma kita sehingga kita bisa mengatasai trauma tersebut.Mereka yang tidak menuliskan traumanya lebih rentan dan tidak sembuh dari trauma tersebut.Jadi agan-agan kalo ada trauma atau phobia dengan menulis trauma tersebut akan memudahkan kita untuk sembuh. 

3.Menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi.
Belajar dengan menulis akan membuat ingatan kita jauh lebih tajam.Seperti pepatah "ikatlah ilmu dengan menulis",menulis membuat sayarf otak kita lebih aktif sehingga kita bisa lebih mengingat pelajaran yang kita pelajari.Bandingkan dengan belajar yang hanya membaca maka kita akan mudah terlupa.

4.Menulis membantu memecahkan masalah.
Menulis masalah yang kita hadapi akan membuat kita fokus terhadap masalah itu daripada hanya dengan memikirkannya.Memikirkan masalah saja akan membuat pikiran dan otak kita kemana-mana.Dan ini yang membuat kita merasa lebih tertekan.Dengan demikian kita juga akan dengan lebih mudah mencari solusinya.

5.Menulis membantu ketika kita harus menulis.
Tugas disekolah ataupun kuliah memaksa kita harus menulis.Mengapa skripsi begitu berat?karena kita tidak terbiasa menulis.Kita bisa berpikir dan berbicara tetapi menulis adalah ketrampilan yang harus dipelajari.Dengan terbiasa menulis maka disaat kita harus menulis seperti mengerjakan tugas atau skripsi kita akan lebih mudah melakukannya.


Manfaat menulis yang lain :

Pertama, tentu saja orang yang rajin menulis akan semakin canggih dalam mentransfer gagasan ke dalam bentuk simbol-simbol. Semakin canggih artinya semakin mudah, semakin cepat, semakin efisien dan semakin akurat. Memang setiap orang yang bisa membaca pasti bisa menulis. Namun tulisan orang yang jarang membuat karangan dengan tulisan orang yang terbiasa menulis memiliki perbedaan. Perbedaan ini bukan dalam konteks kerapian atau banyak sedikitnya kesalahan ketik. Namun lebih pada kelugasan bahasa.

Orang yang sudah terbiasa menulis bisa mengontrol distribusi gagasan menurut jumlah kata/kalimat yang digunakan. Jika ia diminta membuat tulisan pendek, semua gagasan bisa dituangkan secara efektif. Ketika ia diminta membuat tulisan panjang, maka kesenjangan bobot makna antara satu kalimat/paragraf dengan kalimat/paragraf lain relatif sama. Berbeda dengan penulis pemula. Jika diminta membuat tulisan panjang, penulis pemula akan membuat kalimat padat makna pada satu bagian dan kalimat bertele-tele pada bagian lain.

Kedua, dengan menulis kita diajak untuk berpikir lebih runtut dan logis. Orang memang bisa membuat tulisan yang bolak-balik tidak karuan. Namun tulisan tersebut tidak akan laku dibaca. Membaca satu dua paragraf saja orang lain sudah pusing. Orang yang terbiasa menulis akan mampu menuangkan gagasannya secara lebih teratur. Dalam tulisan disebutkan dari mana mau ke mana. Misalnya dari A mau ke B. Apakah bisa langsung? Tidak. Mengapa? Disebutkan alasannya. Lalu bagaimana solusinya. Solusinya dari A ke C dulu, baru ke B. Mengapa harus C yang dipilih. Dan seterusnya. Semuanya direncanakan dengan runtut dan logis.


Ketiga, orang yang terbiasa menulis akan lebih menyukai cara sederhana, supaya pembacanya mudah memahami. Menurut saya, orang yang pintar menulis itu bukanlah orang yang memiliki perbendaharaan kata yang luar biasa, yang mampu menggunakan istilah-istilah super canggih. Justru orang-orang seperti itu sebenarnya tidak bisa menulis. Istilah-sitilah canggih itu digunakan untuk menutupi kebodohannya. Orang yang pintar menulis adalah orang yang bisa membahas tema-tema super pelik dengan gaya penyajian yang bisa dipahami anak yang sedang belajar membaca. Seorang ekonom saya nilai pintar menulis jika ia bisa menjelaskan hubungan topik-topik ekonomi makro dengan harga beras dan sayuran di Pasar Bringharjo Yogyakarta atau menghubungkannya dengan nasib para buruh kasar.

Keempat, dengan menulis kita diajak untuk menggali lebih dalam ilmu kita. Saya pernah membuat tulisan mengenai philantrophis. Apa artinya philantrophis? Nah disitulah saya mulai belajar. Apa maknanya, apa cirinya, mengapa mereka menjadi philantrophis, siapa saja yang disebut ekstreem philantrophis. Dengan menulis mengenai philantrophis, saya dikenalkan dengan dunia kedermawanan.

Kelima, dengan menulis kita diajak untuk mengamati sesuatu secara lebih luas. Akhir Desember 2010 ini kita mendengar ada banyak cuaca ekstrim, baik di Indonesia maupun di Eropa dan Amerika. Pertanyaannya adalah apakah kondisi di Indonesia dan di Eropa dan Amerika ini saling berhubungan. Mengapa ini terjadi, padahal tahun-tahun yang lalu tidak separah tahun ini. Apakah ada hubungannya dengan pemanasan global. Dan seterusnya.

Keenam, dengan menulis kita diajak untuk menggali makna dari sebuah peristiwa. Jika sebuah peristiwa buruk terjadi, kita diajak untuk mencari penyebabnya. Dari penyebab yang satu akan mengarah pada penyebab lainnya. Sampai akhirnya kita diajak untuk menemukan penyebab yang paling mendasar dari semua penyebab yang ada. Dengan menemukan penyebab yang paling mendasar ini kita akan mengetahui persoalan secara menyeluruh.


Dari keenam manfaat ini kita bisa menemukan satu manfaat besar dari kegiatan menulis, yaitu dengan menulis otak kita terus diasah. Diasah dalam hal kepekaan terhadap peristiwa-peristiwa disekitar kita. Diasah dalam hal kejelian melihat sebuah peristiwa yang mungkin biasa terjadi. Diasah untuk mampu berpikir logis, menemukan hubungan sebab dan akibat. Diasah untuk mampu melihat pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa sehari-hari.

Surga dan Neraka Membuat Lupa Pengalaman Hidup di Duni



Allah menggambarkan kehidupan dunia ini sebagai senda gurau dan permainan belaka. Sementara kehidupan akhirat sebagai kehidupan yang sebenarnya. Artinya, Allah mengkondisikan kita untuk memandang dunia dengan santai tidak terlalu serius. Karena di dunia ini tidak ada keadaan yang benar-benar bisa dikatakan bahagia atau sebaliknya sedih. Di dunia ini tidak ada keberhasilan hakiki maupun kegagalan sejati. Segala sesuatu di dunia ini bersifat fana alias sementara. Kadang seseorang bahagia kadang seseorang sedih. Kadang ia berhasil kadang ia gagal. Itulah dunia dengan segala tabiat sementaranya.

Sebaliknya dengan kehidupan dunia, kehidupan akhirat merupakan kehidupan sejati. Tidak ada orang berbahagia di akhirat untuk jangka waktu singkat saja. Dan tidak ada pula yang mengalami penderitaan sementara saja, kecuali Allah menghendaki selain itu.

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al-Ankabut ayat 64)
Allah ta’aala menghendaki agar orang bertaqwa memandang kehidupan akhirat dengan penuh kesungguhan karena di sanalah kehidupan sejati akan dijalani manusia. Sedangkan terhadap dunia Allah ta’aala menghendaki orang bertaqwa agar berlaku proporsional saja dan tidak terlampau ngoyo dalam meraih keberhasilannya. Sebab kehidupan dunia ini Allah ta’aala gambarkan sebagai tempat dimana orang sekedar bermain-main dan bersenda-gurau.

Namun dalam kehidupan kita dewasa ini kebanyakan orang malah sangat serius bila menyangkut urusan kehidupan dunia. Mereka siap mengerahkan tenaga, fikiran, dana dan waktu all out untuk menggapai keberhasilan duniawinya. Sedangkan bila menyangkut urusan akhirat mereka hanya mengerahkan tenaga dan waktu sisa, fikiran sampingan serta dana receh. Jika hal ini terjadi kepada kaum kafir alias tidak beriman kita tentu bisa maklumi. Tapi di dalam zaman penuh fitnah ini tidak sedikit saudara muslim yang kita saksikan bertingkah dan berpacu merebut dunia laksana kaum kafir. Allah memang menggambarkan bahwa kaum yang tidak beriman sangat peduli dan faham akan sisi material kehidupan dunia ini. Namun mereka lalai dan tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai kehidupan akhirat.

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS ArRuum ayat 7)

Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu pernah berkata: ”Bilamana manusia menemui ajalnya, maka saat itulah dia bangun dari tidurnya”. Sungguh tepat ungkapan beliau ini. Sebab kelak di akhirat nanti manusia akan menyadari betapa menipunya pengalaman hidupnya sewaktu di dunia. Baik sewaktu di dunia ia menikmati kesenangan maupun menjalani penderitaan. Kesenangan dunia sungguh menipu. Penderitaan duniapun menipu.
Saat manusia berada di alam akhirat barulah ia akan menyadari betapa sejatinya kehidupan di sana. Kesenangannya hakiki dan penderitaannya sejati. Surga bukanlah khayalan dan sekedar dongeng orang-orang tua di masa lalu. Begitu pula dengan neraka, ia bukan suatu mitos atau sekedar cerita-ceirta orang dahulu kala. Surga dan neraka adalah perkara hakiki, saudaraku. Sehingga Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan dengan deskripsi yang sangat kontras dan ekstrim mengenai betapa berbedanya tabiat pengalaman hidup di dunia yang menipu dengan kehidupan sejati akhirat. Perhatikanlah baik-baik hadits di bawah ini:

“Pada hari kiamat didatangkan orang yang paling nikmat hidupnya sewaktu di dunia dari penghuni neraka. Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka sejenak. Kemudian ia ditanya: ”Hai anak Adam, pernahkah kamu melihat suatu kebaikan, pernahkah kamu merasakan suatu kenikmatan?” Maka ia menjawab: ”Tidak, demi Allah, ya Rabb.” Dan didatangkan orang yang paling menderita sewaktu hidup di dunia dari penghuni surga. Lalu ia dicelupkan ke dalam surga sejenak. Kemudian ditanya: ”Hai anak Adam, pernahkah kamu melihat suatu kesulitan, pernahkah kamu merasakan suatu kesengsaraan?” Maka ia menjawab: ”Tidak, demi Allah, ya Rabb. Aku tidak pernah merasakan kesulitan apapun dan aku tidak pernah melihat kesengsaraan apapun.” (HR Muslim 5018)

Mengapa orang pertama ketika Allah tanya menjawab bahwa ia tidak pernah melihat suatu kebaikan serta merasakan suatu kenikmatan, padahal ia adalah orang yang paling nikmat hidupnya sewaktu di dunia dibandingkan segenap manusia lainnya? Jawabannya: karena Allah telah paksa dia merasakan derita sejati neraka –sejenak saja- cukup untuk membuat ingatannya akan segala kenikmatan palsu yang pernah ia alami sewaktu di dunia terhapus begitu saja dari ingatannya. Sebaliknya, mengapa orang kedua ketika Allah tanya menjawab bahwa ia tidak pernah melihat suatu kesulitan atau merasakan suatu kesengsaraan, padahal ia orang yang paling susah hidupnya sewaktu di dunia dibandingkan segenap manusia lainnya? Jawabannya: karena Allah telah izinkan dia merasakan kesenangan hakiki surga –sejenak saja- cukup untuk membuat ingatannya akan segala penderitaan palsu yang pernah ia alami sewaktu di dunia terhapus begitu saja dari ingatannya. Subhaanallah wa laa haula wa laa quwwata illa billah...!!!

Saudaraku, sungguh kehidupan dunia ini sangat tidak pantas kita jadikan ajang perebutan dan perlombaan. Sebab menang di dunia pada hakikatnya hanyalah menang yang menipu. Demikian pula sebaliknya, kalah di dunia hanyalah kalah yang menipu. Saat manusia diperlihatkan surga dan neraka di akhirat kelak, sadarlah ia betapa naifnya perlombaan merebut keberhasilan dunia ini dibandingkan dengan kenikmatan hakiki dan abadi surga yang jauh labih patut ia kejar dan usahakan semaksimal mungkin. Sadarlah ia betapa lugunya ia saat di dunia berusaha mengelak dari segala derita dan kesusahan dunia jika dibandingkan dengan derita sejati dan lestari neraka yang jauh lebih pantas ia berusaha mengelak dan menjauh darinya.

Pantas bila Allah gambarkan bahwa saat sudah dihadapkan dengan azab neraka orang-orang kafir bakal berharap mereka dapat menebus diri mereka dengan sebanyak apapun yang diperlukan, andai mereka sanggup. Tentunya pada saat itu mereka tidak sanggup dan tidak berdaya.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih.” (QS Al-Maaidah ayat 36)

Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia puncak cita-cita kami dan batas pengetahuan kami. Amin ya Rabb.-

Sumber : eramuslim.com

KIsah Besi dan Air


Ada 2 benda yang bersahabat karib yaitu air dan besi.
Besi seringkali berbangga akan dirinya sendiri.
Ia sering menyombong kepada sahabatnya :

"Lihat ini aku, kuat dan keras. Aku tidak seperti kamu yang lemah dan lunak"

Air hanya diam saja mendengar tingkah sahabatnya.
Suatu hari besi menantang air berlomba untuk menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana.

Aturannya : " Barang siapa dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka maka ia dinyatakan menang"

Besi dan airpun mulai berlomba :

Rintangan pertama mereka ialah mereka harus melalui penjaga gua itu yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai menunjukkan kekuatannya, Ia menabrakkan dirinya ke batu-batuan itu.Tetapi karena kekerasannya batu-batuan itu mulai runtuh menyerangnya dan besipun banyak terluka di sana sini karena melawan batu-batuan itu.

Air melakukan tugasnya ia menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan itu, ia lembut mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu dan tidak menyadarinya, ia hanya melubangi seperlunya saja untuk lewat tetapi tidak merusak lainnya.

Score air dan besi 1 : 0 untuk rintangan ini.

Rintangan kedua mereka ialah mereka harus melalui berbagai celah sempit untuk tiba di dasar gua. Besi merasakan kekuatannya, ia mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat dan ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu. Tetapi celah-celah itu ternyata cukup sulit untuk ditembus, semakin keras ia berputar memang celah itu semakin hancur tetapi iapun juga semakin terluka.

Air dengan santainya merubah dirinya mengikuti bentuk celah-celah itu. Ia mengalir santai dan karena bentuknya yang bisa berubah ia bisa dengan leluasa tanpa terluka mengalir melalui celah-celah itu dan tiba dengan cepat didasar gua.

Score air dan besi 2 : 0

Rintangan ketiga ialah mereka harus dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua.

Besi kesulitan mengatasi rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya ia berkata kepada air : "Score kita 2 : 0, aku akan mengakui kehebatanmu jika engkau dapat melalui rintangan terakhir ini !"

Airpun segera menggenang sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini,tetapi kemudian ia membiarkan sang matahari membantunya untuk menguap. Ia terbang dengan ringan menjadi awan, kemudian ia meminta bantuan angin untuk meniupnya kesebarang dan mengembunkannya. Maka air turun sebagai hujan.
Air menang telak atas besi dengan score 3 : 0

***********************

Sahabat....... Jadikanlah hidup kita seperti air

Ia dapat memperoleh sesuatu dengan kelembutannya tanpa merusak dan mengacaukan karena dengan sedikit demi sedikit ia bergerak tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras.
Ingat hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih bukan dengan paksaan dan kekerasan. Kekerasan hanya menimbulkan dendam dan paksaan hanya menimbulkan keinginan untuk membela diri.

Air selalu merubah bentuknya sesuai dengan lingkungannya, ia flexibel dan tidak kaku karena itu ia dapat diterima oleh lingkungannya dan tidak ada yang bertentangan dengan dia.
Air tidak putus asa, Ia tetap mengalir meskipun melalui celah terkecil sekalipun. Ia tidak putus asa.Dan sekalipun air mengalami suatu kemustahilan untuk mengatasi masalahnya, padanya masih dikaruniakan kemampuan untuk merubah diri menjadi uap.

Ibarat perahu




Sebuah perahu dibuat untuk berada di tengah lautan dan bukan hanya diam di dermaga.

Demikian juga manusia diciptakan untuk mengarungi kehidupan, bukan berdiam dan menunggu kehidupan ini berakhir.

Di dalam mengarungi kehidupan akan banyak ombak dan mungkin badai yang akan dihadapi, tapi itulah seni dari kehidupan.

Teruslah kembangkan layar dan nikmati perjalanan hingga sampai ke tujuan.

Dalam kehidupan jangan takut jatuh dan salah, setiap kesalahan yang pernah kita lakukan adalah bagian dari proses pembentukan kepribadian.

Jangan selαlu menyesali semua kesalahan, tapi jangan ulangi kesalahan. Sesalilah jika semua itu tidak berdampak adanya perubahan.

Mendung diciptakan bukan untuk membuat langit gelap, tapi ia hadir untuk memberi kabar gembira akan sejuknya air hujan yang akan turun.

Luka bukan hanya semata untuk membuat kita tersiksa, tapi ia tercipta, agar kita tersadar bahwa kita hanyalah manusia biasa.

Genggam KEYAKINAN, jangan pernah dilepaskan. Indahnya Kehidupan bukan terletak dari banyaknya kesenangan, tapi terletak pada rasa syukur kita.


Sabtu, 08 September 2012

6 Manfaat Penting dari Menikah


Bangun di pagi hari dan melihat seseorang yang paling kita cintai. Kamu tentu bisa membayangkan, betapa bahagianya momen saat itu. Namun, pernikahan seringkali jadi momok yang menakutkan bagi sebagian
orang. Mereka takut kehilangan kebebasan setelah menikah. Benarkah? Penasaran? Berikut adalah manfaat dari menikah, seperti dilansir Boldsky.

1. Setelah menikah, kamu akan punya banyak waktu untuk bersama dengannya. Melihatnya. Menatapnya.

2. Kini, kamu punya keluarga baru yang menyayangimu. Inilah waktu yang tepat untuk menikmati kebersamaan itu.

3. Pernikahan menyatukan cinta sepasang kekasih dan membuat hidup jadi lengkap. Kamu tidak akan merasa sendirian dan bisa tertawa bersamanya.

4. Merasakan keintiman saat bercinta. Setelah menikah, kamu dan dia punya banyak waktu untuk melewati momen spesial saat bercinta.

5. Bagi wanita, menikah adalah sebuah kehidupan yang ideal. Apalagi kalau mereka bisa melahirkan keturunan yang baik.

6. Nah, status menjadi hal terpenting dalam pernikahan. Apalagi budaya timur masih sangat menjunjung tinggi status pasangan.

Menikah mungkin bukan hal yang sederhana untuk dijalani. Namun, ada banyak cara untuk menghadapi keraguan tersebut. Jadi, persiapkan pernikahanmu dengan matang dan sepenuh hati.

ILMU


Pengetahuan atau sesuatu yang diketahui oleh manusia terbagi ke dalam 2 (dua) jenis.
Yaitu pengetahuan yang diperoleh manusia dari proses pikir, dan yang diketahui manusia tanpa melalui proses pikir atau tidak memerlukan proses berpikir samasekali.
Bentuk-bentuk (neumena) persepsi yang tidak memerlukan proses berpikir itu (proses ini kita sebut refleks akal), berupa pengetahuan.
Dalam hal ini, pengetahuan ini kita tetap istilahkan demikian (setidaknya di status ini).
Adapun setiap pengetahuan yang dihasilkan dari proses berpikir disebut ilmu pengetahuan atau ilmu.

Contoh proses refleks akal nampak a.l. pada saat tangan kita dicubit, saat melihat ada ucing lewat, dan di saat mencicipi gula pasir.
Dengan tanpa usah berpikir samasekali, seketika itu kita jadi tahu akan benarnya rasa sakit di tangan, si ucing, dan benarnya neumena rasa manis.
Kemudian pada saat setiap pengetahuan itu dipikiri, yaitu melalui proses pikir analitis (atau dianalisis), terlepas dari (sudah) benar atau (masih) salahnya, maka produk atau hasil olah pikir seperti itu menjadilah sebagai ilmu. Yaitu ilmu yang bernilai (sudah) benar ataupun (masih) salah.



Demikian itulah gambaran singkat tentang pola dasar proses terbentuknya pengetahuan beserta ilmu di dalam benak manusia.
Dan pola tersebut berlaku terhadap segala realitas yang mampu dipersepsi manusia, termasuk ketika dia mempersepsi Al Qur’an.

Ada beberapa hal yang perlu kita soroti dari prinsip ilmu.
Fungsi utama berpikir (khususnya berpikir analitis) yang produknya berupa ilmu itu ialah untuk BERAMAL.
Oleh sebab itu ilmu jadi benar-benar layak disebut ilmu jika diamalkan. Ilmu selalu melekat atau berkait erat dengan amal.
Sementara bila tiada amalannya, maka sang ‘ilmu’ itu hanya pantas disebut sebatas sebagai hapalan.

Setiap manusia tidak dapat melepaskan diri dari proses pikir. Manusia adalah satu-satunya mahluk berilmu, sebab dia selalu berpikir sesuai dengan kapasitas daya pikirnya.
Dengan demikian proses pikir manusia selalu simultan (berproses secara berkelanjutan), sehingga produk pikirnya pun nampak bagaikan ‘bertumpuk’.
Yaitu bertumpuknya antara seabreg pengetahuan, pengetahuan yang menjadi ilmu (yang sudah diamalkan), ilmu yang sebatas baru diketahui (atau hapalan), ilmu yang kemudian menjadi landasan bagi terbentuknya ilmu-ilmu baru, dst.

Di samping itu, ada satu ciri (perbedaan) yang sangat mendasar antara ilmu dan pengetahuan.
Setiap pengetahuan tidak berkait dan tidak memerlukan ungkapan leksikal (bentuk kata-kata) yang seperti apapun.
Sementara setiap ilmu selalu berkait dan selalu disertai dengan ungkapan kata atau sebutan.

Dari sisi pengetahuan, semua manusia di seluruh dunia yang berbeda-beda bahasa sudah pada tahu tentang rasa sakit, si ucing, dan rasa manis itu.
Dan benarnya ketiga contoh / fakta itu saat diketahui sebagai pengetahuan, jelas tidak memerlukan sebutan apapun.
Satu contohnya seperti pada sebutan rasa manis dari gula pasir. Maka apakah rasa itu mau disebut amis (Sunda), halwa (Arab), sweet (Inggris), dulce (Spanyol), süβ (Jerman), dsb, toh pola rasanya tetap sama saja sebagai sang manis yang itu-itu juga.
Itulah bahwa dari sisi pengetahuan, setiap kebenaran yang diketahui manusia jadinya selalu bersifat mutlak, sehingga dapat kita katakan tak perlu sebutan samasekali.
Bilapun saat ini kita menyebut-nyebut ketiga contoh itu melalui tulisan di forum FB ini, karena kita tengah mengkajinya dengan ilmu dan sebagai objek keilmuan.

Bila setiap pengetahuan manusia tidak dipikiri (lebih lanjut atau secara simultan), dan jadinya juga tiada pernah disebut dan tidak ada sebutannya, maka akibatnya bukan saja jadi tak ada ilmunya. Melainkan setiap pengetahuan itupun menjadi tiada (jadi tidak diketahui manusia).
Mobil, TV, komputer, website, Al Qur’an digital, dsb, yang dewasa ini faktanya sedemikian bertebaran mendunia dan diketahui serta disebut oleh manusia di seluruh dunia, jelas karena semua realitas itu benar-benar ada dan diamalkan (baik berupa amal baik maupun amal buruk / didustakan) oleh umat manusia.
Berabad-abad yang lalu, umat manusia di jaman itu tidak tahu sebutan-sebutan itu, karena realitasnya belum ada, sebutannya pun tiada, sehingga karena tiada / belum diketahui maka tidak relevan pula berbicara tentang pengamalan terhadap bentukan-bentukan realitas itu.
Dari situ nampaklah bahwa ilmu dan pengetahuan tak dapat dipisahkan. Keduanya bagaikan dua sisi berbeda pada koin.
Bila yang satu dihilangkan, maka yang lainnya pun jadi tiada.

Yang lebih menarik lagi, Al Qur’an yang kita ketahui dan kita terima ialah berbentuk kitab leksikal. Walau (agak) sepola, tapi hal ini jelas berbeda dengan yang diterima oleh para Nabi / Rasul yang menerimanya dalam bentuk wahyu.
Dari uraian di atas nampak bahwa salah satu alasan penting mengapa Al Qur’an yang kita terima berbentuk kitab leksikal (atau wahyu bagi para Nabi / Rasul), yaitu dalam hal ilmu dan amal atau pengamalannya.
Selain sebagai sumber ilmu, Al Qur’an akan benar-benar jadi bernilai bagi para perseptor yang mengimaninya ialah jika dan hanya jika nilai-nilai Al Qur’an itu DIAMALKAN.

Wallahu’alam bisshawab.
Subhanallah wabihamdihi, subhanallahil’adziim …..

Kiat Mendidik Anak Mencintai Al Qur’an


Salah satu indikasi orang tua yang mendapat kebahagiaan akhirat adalah ketika anak-anak mereka menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Mendidik anak menjadi shalih/ah salah satunya dengan menjadikan mereka mencintai Al Qur’an.

1. Kewajiban orang tua membangun keteladanan dalam praktek semua kehidupan, tidak hanya Al Quran. Bahasa praktek lebih fasih daripada bahasa teori. Contohnya saja ketika kita mengajarkan shalat kepada seseorang kalau hanya dengan memberikan buku, dalam waktu seminggu mungkin orang tersebut belum bisa melakukan shalat dengan benar. Jadi perlu diberikan contoh nyata. Sebagian manusia belajar dari praktek. Maka, setiap hari praktekkan Al Quran. Anak-anak itu akan selalu merekam suasana/kebiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya.

Rumah yang baik adalah rumah yang berfungsi sebagai masjid dan sekolah, menjadi tempat ibadah dan belajar. Jangan jadikan rumah sebagai rumah pasar, isinya terus-menerus mengurusi uang, kekayaan, untung rugi. Atau bahkan ring tinju atau sarana pertengkaran. Untuk itu yang pertama kali mengkondisikan dan menerapkan konsep ini adalah bapak ibunya.

2. Mengajarkan Al Qur’an.

Apa yang disebut mengajarkan Al Qur’an? Yang dimaksud mengajarkan adalah agar anak bisa melafalkan bunyi Al Quran. Kebanyakan para orang tua mulai membuat anak melek huruf di usia 3.5 tahun. Sebenarnya lebih luas. Mengajarkan Al Qur’an tidak terbatas pada mereka melek huruf, tetapi mulai melatih lisan anak kita membunyikan lafal Al Quran dengan cara mentasmi’/memperdengarkan Al Qur’an dan itu tidak perlu menunggu usia anak mencapai 3.5 tahun. Mulai anak lahir bahkan mulai anak masih di dalam kandungan.

Mengapa tahapan ini penting? Indera yang sangat penting yang dimiliki manusia andalah pendengaran. Indera pertama dan terakhir yang berfungsi pada diri manusia juga pendengaran. Bayi yang baru saja lahir disunnahkan untuk diadzankan karena ia sudah mampu merespon adzan. Ketika manusia mengalami sakaratul maut yang dianjurkan adalah membisikkan Laa illaha illa Allah. karena indera yang berfungsi adalah pendengaran.

Ayat inna sam’a wal bashara (sesungguhnya pendengaran dan penglihatan) dalam Al Qur’an diulang 13x. Mendahulukan pendengaran daripada penglihatan.

Indera pendengaran mempunyai nilai lebih dalam pengajaran. Kalau mati lampu, indera yang bekerja adalah pendengaran. Kalau belajar bahasa, yang utama adalah listening. Kita tinggal di negeri asing walau belum pernah belajar tulisan, kalau sering mendengar percakapan akan lebih mudah. Sering pula kita dapati anak seorang penyanyi kelak menjadi penyanyi karena sering mendengar orang tuanya menyanyi. Surat Yasin hafal padahal tidak pernah menghafal tapi sering mendengar dibacakan dalam majelis.

Oleh karena itu, fungsikan indera pendengaran semaksimal mungkin, bisa orang tua sering membacakan, mendengarkan murottal, dan lain-lain. Dengan demikian, anak akan mudah mengartikulasikan bunyi Al Quran dengan baik.

Jadi kiat yang kedua adalah sering mendengarkan dan sering membacakan. Al Quran diwariskan dari generasi ke generasi juga dengan tasmi’ (metode mendengar). Dengan demikian, walaupun anak belum belajar tajwid, dia akan bisa membaca dengan baik.

3. Orang tua menciptakan lingkungan atau bila tidak memungkinkan, masukkan ke pesantren yang baik

4. Memberikan nasihat terus menerus tentang keutamaan Al Qur’an hingga merasuk ke dalam jiwa anak

5. Membangun kebiasaan.

Kebiasaan dibangun tidak hanya waktu kecil tetapi terus sampai dewasa. Kebiasaan dibuat sampai otomatis anak bisa melakukan walau tanpa ada perintah. Misal kebiasaan bangun sebelum subuh, kebiasaan tilawah setelah subuh dan diantara waktu maghrib dan Isya, dan kebiasaan-kebiasaan Qur’ani lainnya

6. Menghargai prestasi kemajuan walaupun sedikit. Reward diberikan atas prestasi yang diraih. Tentunya reward dalam bentuk yang baik dan bermanfaat, bisa berupa tabungan, rihlah (tamasya), hadiah buku, hadiah umrah bila mencapai hafidz, dan sebagainya.

Namun tentu saja orang tua tetap berusaha memberikan penyadaran, sehingga ketika anak sudah lebih besar mereka paham bahwa apa yang dilakukannya adalah bagian dari ibadah. Jadi tidak terus-menerus memberikan reward berupa hadiah-hadiah semacam di atas.

7. Doa

The last but not the least adalah doa yang tulus dan sungguh-sungguh dari orang tua, memohon bimbingan Allah SWT agar selalu menjaga anak-anak kita dimanapun mereka berada.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More